Tafsir Surat Al Falq Lengkap
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (1) مِنْ
شَرِّ مَا خَلَقَ (2)
وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ (3) وَمِنْ شَرِّ
النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4) وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
(5
(yang artinya) :
1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul ,
5. dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”.
1. Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
3. dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita,
4. dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul ,
5. dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki”.
Pengenalan
Surat ini dan surat sesudahnya (surat An Naas)
diturunkan secara bersamaan sebagaimana dikatakan oleh Al Baihaqi dalam Dalailin
Nubuwwah. Oleh karena itu, kedua surat ini dinamakan Al Maw’izatain. Surat ini
merupakan surat Makkiyyah (turun sebelum hijrah) dan ada juga yang mengatakan
bahwa surat ini adalah surat Madaniyyah. Surat ini turun sesudah surat Al Fiil.
(Aysarut Tafasir, hal. 1503; At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim)
Asbabun Nuzul
Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
disihir oleh orang Yahudi yang bernama Labid bin Al A’shom di Madinah, Allah
Ta’ala menurunkan Al Maw’izatain (surat Al Falaq dan An Naas). Lalu Jibril
’alaihis salam meruqyah (membaca kedua ayat tersebut) kepada Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam. Berkat izin Allah, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sembuh.
(Aysarut Tafasir, hal. 1503)
[Namun, riwayat sabab nuzul untuk surat Al falaq
dan An Naaas dinilai dhaif oleh Syaikh Muqbil dalam as Shahih al Musnad min
Asbab anNuzul, lihat juga penjelasan Ibnu Katsir]
Tafsir Ayat Pertama
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (1)
1. Katakanlah: “Aku berlindung
kepada Tuhan Yang Menguasai subuh,
Yang dimaksud dengan ‘Robbil Falaq’ adalah Allah. Al Falaq
berasal dari kata ‘falaqo’ yang berarti membelah. Dalam ilmu shorof ‘Al Falaq’
bermakna isim maf’ul sifat musyabbahah yang berarti terbelah.
Lebih khusus ‘Al Falaq’ bisa bermakna
Al Ishbah (pagi/shubuh)
karena Allah membelah malam menjadi pagi.
Secara umum ‘Al Falaq’ bermakna segala sesuatu
yang muncul/keluar dari yang lainnya. Seperti mata air yang keluar dari gunung,
hujan dari awan, tumbuhan dari tanah, anak dari rahim ibunya. Ini semua
dinamakan ‘Al Falaq’.
Perhatikan ayat-ayat berikut. Allah Ta’ala
berfirman,
إِنَّ اللّهَ فَالِقُ الْحَبِّ
وَالنَّوَى
“Sesungguhnya Allah yang menumbuhkan butir
tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan.” (QS. Al An’am [6] : 95).
Allah juga berfirman,
فَالِقُ الإِصْبَاحِ
“Dia menyingsingkan pagi.” (QS. Al An’am [6] :
95) (Tafsir Juz ‘Amma, 294; Ruhul Ma’ani)
Pengertian Ta’awudz
Ta’awudz (isti’adzah)
adalah meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar terhindar dari
marabahaya. (I’anatul Mustafid; Mutiara Faedah Kitab Tauhid, 95)
Meminta Perlindungan (Isti'adzah) adalah
Ibadah
Meminta perlindungan (isti’adzah) merupakan
ibadah. Karena menghilangkan marabahaya dan kejelekan tidak ada yang mampu
melakukannya selain Allah subhanahu wa ta’ala. Segala sesuatu yang tidak ada
yang mampu melakukannya kecuali Allah, maka hal yang demikian tidaklah boleh
dilakukan (ditujukan) kecuali pada Allah semata. Apabila hal semacam ini diminta
kepada selain Allah, termasuk perbuatan syirik.
Ayat
yang menunjukkan bahwa meminta perlindungan hanya boleh kepada Allah (karena
Dia-lah yang mampu) dan bukan pada selain-Nya adalah firman Allah
Ta’ala,
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ
نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu
gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushshilat [41] : 36)
Allah juga memerintahkan kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta perlindungan kepada-Nya sebagaimana
pada awal surat Al Falaq dan An Naas. Dan perintah untuk Rasulullah berarti juga
perintah untuk umatnya karena umatnya memiliki kewajiban untuk meneladani
beliau.
Allah juga menyatakan bahwa meminta
perlindungan kepada selain Allah termasuk kesyirikan
sebagaimana pada ayat,
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْأِنْسِ
يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقاً
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di
antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin,
maka jin-jin itu menambah bagi mereka rasa takut.” (QS. Al Jin [72] :
6)
Maksudnya adalah Allah akan menambahkan kepada
manusia rasa takut. Oleh
karena itu, ini adalah hukuman dari perbuatan mereka sendiri yang meminta
perlindungan pada jin. Dan hukuman pasti diakibatkan karena dosa. Maka ayat ini
menunjukkan celaan bagi manusia semacam ini karena telah meminta perlindungan
kepada selain Allah.
Qotadah dan ulama salaf lainnya
mengatakan bahwa makna ’rohaqo’ dalam ayat ini adalah ’itsman’ (dosa).
Oleh karena isti’adzah berakibat dosa, maka
isti’adzah termasuk ibadah dan bernilai syirik jika ditujukan kepada selain
Allah yang mati dan ghoib. (I’anatul Mustafid; At Tamhid li Syarhi Kitabit
Tauhid)
Tafsir Ayat Kedua
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2)
2. dari kejahatan makhluk-Nya,
Ayat ini mencakup seluruh yang Allah ciptakan
baik manusia, jin, hewan, benda-benda mati yang dapat menimbulkan bahaya dan
dari kejelekan seluruh makhluk. (Taysir Al Karimir Rahman; Aysarut Tafasir).
Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini berarti berlindung dari
kejelekan seluruh makhluk. Tsabit Al Bunani dan Al Hasan Al Bashri menafsirkan
berlindung dari jahannam dan iblis serta keturunannya. (Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim)
Ayat ini juga mencakup meminta perlindungan pada diri sendiri.
Ingatlah, nafsu selalu memerintahkan pada kejelekan. Allah Ta’ala
berfirman,
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا
مَا رَحِمَ رَبِّي
“Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh
kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf
[12] : 53).
Maka setiap kali seseorang mengucapkan ayat
ini, maka yang pertama kali tercakup dalam ayat tersebut adalah dirinya sendiri. Jadi dia berlindung dari
kejelekan dirinya sendiri, yang mungkin sering ujub (berbangga diri) atau yang
lainnya. Sebagaimana yang terdapat dalam khutbatul hajjah:
نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا
“Aku berlindung kepada Allah dari kejelekan
diriku sendiri.” (HR. At Tirmidzi. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam
Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi no. 1105) (Tafsir Juz ‘Amma,
294-295)
Tafsir Ayat Ketiga
وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ (3)
3. dan dari kejahatan malam apabila
telah gelap gulita,
Ghosiq dalam ayat ini
adalah Al Lail (malam) dan juga ada yang mengatakan Al Qomar (bulan). Sedangkan
Idza Waqob bermakna apabila
masuk
(Tafsir Juz ‘Amma, 295; Adhwaul Bayan).
Mujahid mengatakan bahwa ‘ghosiq’ adalah Al Lail (malam) ketika
matahari telah tenggelam sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Abi
Najih. Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Muhammad bin Ka’ab Al
Qurtubhy, Adh Dhohak, Khushoif, dan Al Hasan. Qotadah mengatakan bahwa maksudnya
adalah malam apabila telah gelap gulita. (Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim)
Syaikh Asy Syinqithi mengatakan bahwa
pendapat yang kuat adalah tafsiran yang pertama (ghosiq adalah malam)
sebagaimana didukung dengan tafsiran Al Qur’an.
أَقِمِ الصلاة لِدُلُوكِ الشمس إلى غَسَقِ
الليل
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari
tergelincir sampai gelap malam.”
(QS. Al Israa’ [17] : 78)
Sedangkan bulan merupakan bagian dari malam.
Dan di malam harilah setan serta manusia dan hewan yang suka berbuat kerusakan
bergentayangan ke mana-mana (Adhwaul Bayan). Kepada Allah-lah kita meminta
perlindungan dari kejahatan dan kejelekan seperti ini.
Tafsir Ayat Keempat
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4)
4. dan dari kejahatan
wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, Mujahid, Ikrimah, Al Hasan, dan Qotadah
mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah sihir.
Dalam ayat ini disebut dengan
’An Nafatsaat’ yaitu
tukang sihir wanita. Karena
umumnya yang menjadi tukang sihir adalah wanita. Namun ayat ini juga dapat
mencakup tukang sihir laki-laki dan wanita, jika yang dimaksudkan adalah sifat
dari nufus (jiwa atau ruh) (Ruhul Ma’ani; Tafsir Juz ’Amma, 295)
Namun perlu diingat bahwa dalam syari’at ini terdapat pula
penyembuhan penyakit dengan do’a-do’a yang disyari’atkan yang dikenal dengan
ruqyah. Dari Abu Sa’id,
beliau menceritakan bahwa Jibril pernah mendatangi Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam. Lalu mengatakan,”Ya Muhammad, apakah engkau merasa sakit?”
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan,”Iya”. Kemudian Jibril meruqyah
Nabi dengan mengatakan,
بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ يُؤْذِيكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ
نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ
اللَّهُ يَشْفِيكَ بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ
”Bismillah arqika min kulli sya-in yu’dzika,
min syarri kulli nafsin aw ’aini hasidin. Allahu yasyfika. Bismillah arqika
[Dengan menyebut nama Allah, aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang
menyakitimu, dari kejelekan (kejahatan) setiap jiwa atau ’ain orang yang hasad
(dengki). Semoga Allah menyembuhkanmu. Dengan menyebut nama Allah, aku
meruqyahmu].”
(HR. Muslim no. 2186. Ada yang berpendapat bahwa kejelekan nafs
(jiwa) adalah ’ain, yakni pandangan hasad).
Tafsir Ayat Kelima
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5)
5. dan dari kejahatan pendengki
bila ia dengki”.
Hasad adalah
berangan-angan hilangnya nikmat yang ada pada orang lain baik agar pindah kepada
diri kita ataupun tidak (Aysarut Tafasir).
Allah
menutup surat ini dengan hasad, sebagai peringatan bahayanya perkara ini. Hasad
adalah memusuhi nikmat Allah.
Sebagian Ahli Hikmah mengatakan bahwa hasad itu
dapat dilihat dari lima ciri :
Pertama, membenci suatu nikmat yang nampak pada orang lain;
Kedua, murka dengan pembagian nikmat
Allah;
Ketiga, bakhil
(kikir) dengan karunia Allah, padahal karunia Allah diberikan bagi siapa saja
yang dikehendaki-Nya;
Keempat, tidak mau menolong wali Allah (orang beriman) dan menginginkan
hilangnya nikmat dari mereka;
Kelima, menolong musuhnya yaitu Iblis. (Al Jaami’ liahkamil
Qur’an)
Salah satu dari bentuk hasad adalah
’ain (pandangan hasad).
Apabila seseorang melihat pada orang lain kenikmatan kemudian hatinya merasa
tidak suka, dia menimpakan ’ain (pandangan mata dengan penuh rasa dengki) pada
orang lain. ’Ain ini dapat menyebabkan seseorang mati, sakit atau gila. ’Ain ini
benar adanya dengan izin Allah Ta’ala.
Allah memerintahkan kepada kita untuk
berlindung kepada-Nya dari malam apabila gelap gulita, dari sihir yang ditiupkan
pada buhul-buhul, dan dari orang yang hasad apabila dia hasad, karena ketiga hal
ini adalah perkara yang samar. Banyak kejadian pada malam hari yang samar yang
dapat memberikan bahaya kepada kita. Begitu juga sihir adalah suatu hal yang
samar, jarang kita ketahui. Dan begitu juga hasad dari orang lain, itu adalah
hal yang samar. Dan ketiga kejelekan (kejahatan) ini masuk pada keumuman ayat
kedua,
مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2)
“dari kejahatan makhluk-Nya.” (Tafsir Juz
’Amma, 296)
Lalu
bagaimana jalan keluar agar terbebas dari tiga kejelekan (kejahatan)
ini?
Pertama, dengan
bertawakkal pada Allah, yaitu
menyerahkan segala urusan kepada Allah Ta’ala.
Kedua, membaca wirid-wirid (dzikir-dzikir) yang dapat
membentengi dan menjaga dari segala macam kejelekan. Perlu diingat bahwasanya
kebanyakan manusia dapat terkena sihir, ’ain, dan berbagai kejelekan lainnya
dikarenakan lalai dari dzikir-dzikir. Ingatlah bahwa bacaan dzikir merupakan
benteng yang paling kokoh dan lebih kuat daripada benteng ’Ya’juj dan Ma’juj’.
Namun, banyak dari manusia yang melupakan hal ini. Banyak di antara mereka yang
melalaikan dzikir pagi dan petang, begitu juga dzikir ketika hendak tidur.
Padahal dzikir-dzikir tersebut mudah untuk dihafalkan dan dibaca.
(Tafsir Juz
’Amma, 296)
Penulis: Muhammad Abduh
Tuasikal
Mbali, Panggang, Gunung Kidul, 23
Dzulqo’dah 1428
Sumber Rujukan
1.Adhwaul Bayan, Muhammad Al Amin Asy
Syinqithiy, Maktabah Syamilah
2.Al Jaami’ liahkamil
Qur’an (Tafsir Qurtubhy), Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Anshory Al
Qurtubhy, Jami’ Mawsu’ah Al Quranil Karim, www.omelketab.net
3.At
Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid, Syaikh Sholih Alu Syaikh, www.islamspirit.com
4.At Ta’rif bi Suratil Qur’anil Karim, Jami’ Mawsu’ah Al Quranil
Karim, www.omelketab.net
5.Aysarut Tafasir likalamil ‘Aliyyil Karim, Syaikh Abu Bakr Jabir Al
Jazairi, Maktabah Adhwail Manar
6.I’anatul Mustafid
bi Syarhi Kitabit Tauhid, Syaikh Sholih bin Fauzan Al Fauzan, www.islamspirit.com
7.Mutiara Faedah Kitab Tauhid (edisi revisi), Abu Isa Abdullah bin
Salam, Pustaka Muslim
8.Ruhul Ma’ani fi Tafsiril
Qur’anil Azhim was Sab’il Matsani, Syihabuddin Mahmud bin Abdillah Al Husaini Al
Alusi, Mawqi’ut Tafaasir-Maktabah Syamilah
9.Shohih
wa Dho’if Sunan At Tirmidzi, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Maktabah
Syamilah
10.Shohih Muslim, Muslim bin Al Hajjaj ABul
Husain Al Qusyairiy An Naisabuiy, Pentahqiq : Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Dar
Ihya’ At Turots Al ‘Arobiy Beirut-Maktabah Syamilah
11.Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fada’ Isma’il bin ‘Umar bin
Katsir Al Qurasyi Ad Dimasyqi, Maktabah Syamilah 5.
12.Tafsir Juz ‘Amma, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, Darul
Kutub Al ‘Ilmiyyah
13.Taysir Al Karimir Rahman fi
Tafsiril Kalamil Mannan, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As Sa’di, Muassasah Ar
Risalah-Maktabah Syamilah
------------------
incoming search:
tafsir lengkap surat al falaq, tafsir surat alfalaq, tafsir surat alfalaq lengkap, tafsir suratul falaq, tafsir lengkap surat al falq, surat al falq, bagaimana tafsir surat al falaq, tafsir surat alfalaq sebenarnya
Tafsir Surat Al Falq Lengkap
Reviewed by onlinemarket
on
21.49.00
Rating:

Tidak ada komentar: